Sabtu, 22 Juli 2017

Etika Periklanan Indonesia



Etika Periklanan Indonesia

1.                 Definisi Periklanan
*             Menurut Kotler
Sebagai bentuk penyajian dan promosi ide, barang, atau jasa secara non personal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.
*             Menurut Paul Copley
Secara garis besar dapat dilihat sebagai “seni”, – seni mengajak – dan bisa didefinisikan sebagai yang perlu dibayarkan untuk merancang komunikasi yang informatif dan persuasif.
“Jadi periklanan adalah pesan berbayar yang komunikatif dan persuasif dalam tujuan mempromosikan ide, barang atau jasa”

2.                 Pengertian Etika Periklanan
Sedangkan etika periklanan adalah ukuran kewajaran nilai dan kejujuran didalam sebuah iklan. Menurut Persatuan Perusahaan Periklanan Indoneasia (P3I), etika periklanan adalah seperangkat norma dan padan yang mesti dikuti oleh para politis periklanan dalam mengemas dan menyebarluaskan pesan iklan kepada khalayak ramai baik melalui media massa maupn media ruang. Menurut EPI (Etika Pariwara Indonesia), etika periklanan adalah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihornati, ditaai, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembangannya.

3.                  Tujuan Periklanan
Tujuan periklanan adalah beberapa hal utama yang harus dicapai dengan upaya periklanan. Suatu tujuan memiliki 3 fungsi dalam manajemen, yaitu:
*                  Sebagai alat bagi komunikasi dan koordinasi
*                  Memberikan kriteria dalam pengambilan keputusan
*                  Sebagai alat bagi evaluasi.

Menurut T.A. Shimp, ada tiga alasan utama dalam penyusunan tujuan periklanan (Missions), yaitu :
*                  Tujuan periklanan merupakan ekspresi dari konsensus manajemen.
*                  Penyusunan tujuan memandu aspek-aspek penganggaran, pesan dan media dari strategi periklanan suatu merek.
*                  Tujuan periklanan menyediakan ketetapan sehingga hasil periklanan dapat diukur.


Iklan tidak dapat secara langsung dikatakan bisa mempengaruhi tingkat penjualan. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
*                  Iklan bukan satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan pemasaran
*                  Iklan memberikan dampak bagi peningkatan penampilan perusahaan dalam jangka panjang.

4.                 Kriteria Tujuan Periklanan yang Baik
*                 Mencakup suatu pernyataan yang pasti tentang siapa (who), apa (what), dan kapan (when).
*                 Kuantitatif dan dapat diukur
*                 Menyatakan jumlah/besarnya perubahan yang diinginkan.
*                 Realistis
*                 Konsisten secara internal
*                 Jelas dan tertulis

5.                  Contoh Tujuan Periklanan (Advertising Objective)
Membangun kesadaran merek atas 90% target audience. Menggunakan pengulang pesan pada majalah, TV, Radio.

6.                 Fungsi umum komunikasi dari periklanan
*                 Informing
Bersifat menyadarkan konsumen akan merek baru, mengedukasi konsumen tentang berbagai fitur dan manfaatnya, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.
*                 Persuading
Bersifat mempengaruhi pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.
*                 Reminding
Bersifat menjaga merek untuk tetap dalam ingatan konsumen atau bahkan menjadi yang paling diingat. Hingga mendapatkan kesetiaan konsumen.
*                 Adding Value
Bersifat memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen yang kemudian akan memberikan nilai postif terhadap brand image.

7.                 Diatur dalam Etika Pariwara Indonesia Indonesia (EPI)
EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan :
a)                   Tata Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
v  Tata krama isi iklan
v  Tata krama raga iklan
v  Tata krama pemeran iklan
v  Tata krama wahana iklan

b)                  Tata Cara (Code of Practices)
Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan.
Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :
v  Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
v  Bersaing secara sehat
v  Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

8.                 Tata Krama Periklanan yang diatur oleh EPI
Diatur berdasarkan isi iklan dan ragam iklan :
*                  Isi Iklan
*        Hak Cipta
Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
*        Bahasa
Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
v  Penggunaan kata-kata tertentu harus memenuhi ketentuan berikut:
1.      Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
2.      Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3.      Pada prinsipnya kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan kata “halal” dalam iklan pangan hanya dapat ditampilkan berupa label pangan yang mencantumkan logo
Halal untuk produk–produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia atau lembaga yang berwenang.
1.      Kata-kata ”presiden”, ”raja”, ”ratu” dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan atau konotasi yang negatif.
*        Tanda Asteris (*)
Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
Tanda asteris pada iklan di media cetak hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
*        Penggunaan Kata ”Satu-satunya”
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggung jawabkan.
*        Pemakaian Kata “Gratis”
Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
*     Pencantum Harga
Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
*     Rasa Takut dan Takhayul
Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
*     Kekerasan
Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung – menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
*     Keselamatan
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
*     Perlindungan Hak-hak Pribadi
Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagailatar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.



9.                 Etika Persaingan Dalam Periklanan
Etika dan tata krama harus dipenuhi dalam segala aktivitas periklanan untuk mendapatkan respon positif dan menjauhi sikap penolakan dari audience.
Dalam etika periklanan dikenal prinsip Swakramawi (self-regulation) adalah suatu prinsip atau paham yang dianut oleh mayarakat periklanan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan tidak hanya pada kode etik periklanan prinsip ini diterapkan, namun juga di banyak kode etik profesi maupun kode etik bisnis lainnya.
Pada awal dikenalnya swakramawi, sepenuhnya adalah dimaksudkan untuk melindungi pelaku perniagaan dari persaingan yang tidak adil atau tidak sehat. Tujuan ini kemudian berkembang seiring dengan ketatnya persaingan dan kian kuatnya gerakan konsumerisme sehingga kini swakramawi lebih banyak ditujukan untuk melindungi konsumen. Secara sederhana, tujuan penerapan prinsip swakramawi adalah: untuk dapat dengan sebaik-baiknya mempertahankan kewibawaan komunikasi pemasaran – termasuk periklanan demi kepentingan semua pihak.

Jumat, 14 Juli 2017

Contoh Iklan yang Melanggar Etika Dan Tata Krama



Contoh Iklan yang Melanggar
Etika Dan Tata Krama



A.             Landasan Teori
Kata “etika” dan “etis” tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan karena itu pula “etika bisnis” bisa berbeda artinya. Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Sedangkan etis, merupakan sifat dari tindakan yang sesuai dengan etika.
Peranan Etika dalam Bisnis : Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
*     Produk yang baik
*     Managemen yang baik
*     Memiliki Etika Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tsb.
B.              Pembahasan
Dalam dunia periklanan Menurut Etika Pariwara Indonesia, “Iklan ialah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”.
Menurut Sony Keraf (1993 : 142), menyatakan bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan  hal  yang  benar  kepada konsumen  tentang  produk  sambil membiarkan  konsumen  bebas  menentukan untuk  membeli  atau  tidak  membeli produk itu.
Iklan dan pelaku periklanan harus :
*                  Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
*                  Bersaing secara sehat.
*                  Melindungi dan menghargai khalayak, tidak  merendahkan  agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan  hukum yang berlaku.         
Iklan  yang  menyatakan  kebenaran dan  kejujuran  adalah  iklan  yang  beretika. Akan  tetapi,  iklan  menjadi  tidak  efektif, apabila  tidak mempunyai  unsur  persuasif. Akibatnya,  tidak  akan  ada  iklan  yang  akan menceritakan  the whole truth  dalam  pesan iklannya. Sederhananya,  iklan  pasti  akan mengabaikan informasi-informasi yang bila disampaikan kepada pemirsanya malah akan membuat pemirsanya tidak  tertarik  untuk menjadi konsumen produk atau jasanya.
D.             Contoh Kasus
1.        Iklan Harpic

Iklan ini pernah ditemukan di beberapa jalan protokol pada beberapa waktu yang lalu. Iklan ini tidak etis dan melanggar tatakrama periklanan karena memakai kata “Pembersih ibu langsung mengalir nanti boros” dan awal mulai iklan menunjukkan berbagai macam pembersih toilet, perkataan itu sangat jelas bahwa sang bintang iklan menjatuhkan produk lain yang sejenis dengan mengatakan pembersih toilet lain mudah mengalir dan boros dari produk lainnya, padahal pada kenyataannya tidak seperti itu.

2.      Iklan Vanish

Kita melihat Iklan tersebut sering ditayangkan di stasiun TV pada jam-jam tayang siang dan sore hari yaitu iklan vanish. Dalam iklan tersebut menyebutkan “jangan memakai pemutih untuk menghilangkan noda pada baju” dan terdapat tulisan yang menyebutkan  “ya ampun pemutih merusak warna tapkak saya” hal tersebut menjelekkan produk pemutih padahal vanish juga bisa merusah warna pada pakaian. pada kasus ini mungkin sebagian orang menyadari dan sebagian lainnya tidak bahwa iklan tersebut telah melanggar etika bisnis yaitu menyindir dan merendahkan produk lain.

Sumber:http://zuniarahmatin.blogspot.co.id/2016/11/contoh-bisnis-yang-melanggar-etika.html